Jumat, 22 Februari 2008

Belum Ketemu Bukti Kepemilikan Lagu ‘Rasa Sayange’

[22/2/08]

Agar seni budaya bangsa tidak dibajak negara lain, Indonesia harus miliki database. Perlu didaftarkan di WIPO.

Penggunaan lagu Rasa Sayange yang menjadi jargon kampanye “Truly Asia” Malaysia ternyata tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis bagi Indonesia. Indonesia hanya merugi secara moril saja. “Lagu itu sudah menjadi common heritage of human right,” kata Dijen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Andi Noorsaman Sommeng dalam workshop jurnalistik di Departemen Hukum dan HAM (Depkumham), Kamis (21/2).

Sommeng menjelaskan Indonesia tidak perlu lagi mempermasalahkan. Sebab Malaysia sendiri tidak mengakui lagu itu sebagai warisan budaya Malaysia. “Kalau kita memutar lagu Mozart misalnya, kita kan tidak harus membayar royalti” contohnya. Indonesia juga tidak bisa punya bukti kepemilikan atas lagu ‘Rasa Sayange’. Sampai saat ini pencipta lagu dan kapan lagu itu diciptakan itu belum terlacak.

Begitupula dengan Reog Ponorogo yang sempat diduga diakui oleh Malaysia. “Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim,” terangnya. Setelah ditelusuri, ternyata pemain Barongan Malaysia itu berasal dari daerah Jawa. Namun Reog sendiri belum terdaftar di Ditjen HKI. Yang baru terdaftar hanya buku tentang pagelaran reog.

Beberapa waktu lalu, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik menyatakan sulit mencari bukti hukum untuk menguatkan lagu ‘Rasa Sayange’ milik Indonesia. “Tetapi secara moral, mestinya rekan kita (Malaysia) itu memberitahu kita. Hubungan kita kan baik. Kalau diberitahukan kan kita lebih enak rasanya secara moral,” tandasnya.

Menurut Sommeng, doktor lulusan perguruan tinggi di Perancis tahun 1993, kisruh penggunaan lagu rasa sayange justru membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya HKI. Sampai akhirnya Depkumham menjalin kerja sama dengan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) tentang perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kekayaan intelektual budaya warisan tradisional milik bangsa Indonesia.

Saat ini Depkumham terus menginventarisir seni budaya Indonesia. Penginventarisiran ini sangat tergantung dari kesadaran pemerintah daerah. “Daerah yang paling proaktif adalah Yogyakarta dan Riau,” aku Sommeng. Namun saat ditanya berapa banyak daerah yang sudah mendaftarkan seni budaya, Sommeng tidak bisa memberi jawaban detail. “Yang pasti sudah banyak,” dalinya.

Untuk memudahkan penginventarisiran itu, Sommeng mengaku sudah mengusulkan ke Menhukham agar disiapkan database. “Modelnya user generated content,” jelasnya.

Dengan model itu, semua orang bisa mengupload karya-karya seninya secara otomatis. Inventarisasi itu bisa dalam bentuk digital, sinematografi, teks, animasi, sound. Namun implementasinya mentok karena persoalan anggaran. “Ide sudah bagus tapi penyakitnya yah itu (anggaran),” katanya.

“Padahal dengan inventarisasi Indonesia bisa bikin writen declaration di World Intellectual Property Organization (WIPO). Kalau sudah direcognize di WIPO sehingga kalau ada sengketa kita bisa mengajukan gugatan,” terang Sommeng.

Jalan lain yang tengah ditempuh Ditjen HKI adalah bekerjasama dengan Ditjen Peraturan Perundang-undangan (PP) untuk menyiapkan RUU mengenai Pemanfaatan dan Perlindungan Kekayaan Intelektual Ekspresi Budaya Tradisional atau biasa disingkat RUU EBT.

Sementara untuk melindungi kekayaan intelektual lainnya, sejumlah PP pun telah ditetapkan, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis (IG). Dalam pelaksanaan peraturan ini, Ditjen HKI sudah menerapkan beberapa langkah, di antaranya menginventarisasi produk-produk yang mempunyai nilai potensial di bidang IG yang bekerja sama dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Depkumham dan instantsi terkait.

”Sosialisasi tentang IG ke daerah-daerah yang berpotensi pun telah kami lakukan disamping menyiapkan segala hal yang berhubungan dengan administrasi pendaftaran,” jelas Sommeng.

Ditjen HKI juga tengah menyiapkan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) di bidang HKI untuk direvisi. Perubahan akan diterapkan pada UU Hak Cipta, UU Paten, UU Merek, dan UU Desain Industri. Targetnya tahun 2009, keempat RUU akan masuk ke DPR. “Mudah-mudahan DPR nggak sibuk ngurusin pemilu sehingga bisa cepat dibahas,” katanya.
(Mon)

Tidak ada komentar: