Minggu, 24 Februari 2008

Pejabat Bapeten Tidak Terbukti Menyuap

[23/2/08]

Pemberian uang dari Hieronimus dan Sugiyo kepada Noor Adenan Razak tidak dinilai sebagai suap, melainkan sebagai tindakan yang menguntuntungkan Noor Adenan.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor telah ketuk palu dalam perkara korupsi pengadaan tanah Badan Pengawasan Teknologi Nuklir (Bapeten). Lewat putusan yang dibacakan pada Jumat (22/2), vonis itu tidak hanya menentukan nasib Hieronimus Abdul Salam (Sekretaris Utama Bapeten) dan Sugiyo Prasojo (Pimpinan Proyek Bapeten). Nasib Noor Adenan Razak, mantan anggota DPR, juga menjadi terang.

Kemungkinan Noor Adenan Razak yang kini ditahan KPK akan bebas dari tudingan menerima suap. Pasalnya, majelis hakim yang diketuai oleh Sutiono memutuskan bahwa Hieronimus dan Sugiyo tidak terbukti menyuap atau memberi gratifikasi kepada Noor Adenan.

Kedua terdakwa hanya terbukti melakukan penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Akibatnya Hieronimus divonis empat tahun hukuman penjara dan denda Rp200 juta, subsidair enam bulan kurungan. Sementara itu Sugiyo divonis lebih rendah. Ia divonis tiga tahun penjara dan dan denda Rp200 juta.

Dakwaan jaksa buah karya Sardjono Turin, Dwi Aries Sudarto dan Zet Tadung Allo yang menuding kedua terdakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 UU Korupsi dinilai tidak tepat.

Anggota majelis hakim Anwar menjelaskan kedua terdakwa memang terbukti memberikan uang kepada Noor Adenan berupa bilyet giro sebesar Rp1,277 miliar dan uang tunai Rp250 juta. Uang itu diberikan dirumah Noor Adenan di Komplek DPR Kalibata dan diterima oleh istri Noor Adenan.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim membenarkan bahwa tujuan dari pemberian uang itu terkait dengan usulan pengajuan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) tahun 2003 sebesar Rp20 miliar kepada Komisi XI DPR. Noor Adenan selaku ketua panitia anggaran diharapkan tidak mengubah usulan Bapeten tersebut. Setelah dikasih uang pelicin, terbukti usulan itu disetujui oleh DPR.

Menurut majelis tindakan terdakwa yang berusaha menemui dan memberikan uang pada Noor Adenan tidak bisa dikualifisir sebagai suap. Perbuatan itu hanya dinilai sebagai perbuatan yang telah menguntungkan orang lain. “Perbuatan terdakwa termasuk dalam rangkaian perbuatan sejenis yang ditentukan dalam Pasal 65 KUHP,” kata Anwar.

Sebab uang itu adalah uang hasil korupsi dalam pengadaan tanah yang berasal dari Midi Wiyono, Direktur PT Hoemar yang ditunjuk menjadi makelar tanah dan konsultan dalam proyek tersebut. Sebelum ABT itu disetujui, kedua terdakwa meminta Midi untuk menyiapkan uang tersebut, agar rencana pengadaan tanah tidak terhambat dengan janji bahwa uang itu akan dikompensasikan ke dalam anggaran proyek.

Karena itu, Midi mulai kasak kusuk mencari lokasi tanah yang akan dibangun menjadi gedung Pusdiklat Bapeten. Pencarian itu dimulai Midi dengan menemui Indrawan Lubis, pemilik tanah dan Jejen, makelar tanah di Puncak Bogor. Jejen kemudian mendapatkan tanah milik Komarudin dan Lasiman.

Midi juga menggaet notaris Fenny Sulifadarti untuk kongkalingkong soal pembayaran tanah. Fenny yang mengaku selaku kuasa penjual dari Indrawan, Lasiman dan Komarudin, menetapkan harga Rp312.700/m2. Harga itu disetujui oleh para terdakwa yang kemudian dituangkan dalam perjanjian jual beli tanah seluas 63.945 m2 senilai Rp19,995 miliar. Akta perjanjian itu sendiri dibuat oleh Fenny. Padahal saat itu, ABT belum turun.

Proses pengadaan tanah itu sendiri bertentangan dengan Keppres No.55/1993 tentang pengadan tanah untuk kepentingan umum dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No 1/1994. Sebab tanpa permohonan penetapan tanah dari Bupati Bogor, Fenny telah melakukan pembebasan tanah milik Lasiman, Komarudin dan Indrawan.

Hakim Sofialdi menerangkan seharusnya pengadaan tanah bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan penetapan lokasi tanah. Selain itu tidak bisa dilakukan secara individual, tapi harus melalui panitia pengadaan tanah (P2T) didaerah lokasi tanah. Setelah itu P2T akan melakukan meneliti status tanah, menaksir harga tanah dan melakukan musyawarah dengan pemilik tanah untuk menetapkan harga tanah.

Tindakan para terdakwa yang membiarkan terjadinya penyimpangan dikategorikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kewenangan. “Terdakwa seharusnya mencegah Fenny dan Midi melakukan penyimpangan,” tegas Sofialdi. Para terdakwa seharusnya menyerahkan pengadaan tanah itu kepada P2T, bukan malah mengarahkan Midi untuk mencari tanah dan menunjuknya sebagai konsultan.

Akibat penyimpangan prosedur itu, pemilik tanah jadi korban. Saat dana ABT turun uang sebesar Rp19,995 miliar langsung ditransfer ke rekening Fenny. Namun, pemilik tanah tidak menerima pembayaran sesuai harga yang disepakati. Harga yang sampai ke tangan pembeli hanya Rp170.000/m2.

Komarudin hanya menerima uang sebesar Rp500,821 juta dan Lasiman sebesar Rp125,970 juta. “Selisih itu tidak dinikmati oleh pemilik tanah melainkan oleh Fenny selaku kuasa penjual,” terang hakim Slamet subagiyo. Sedangkan, Indrawan Lubis telah bersepakat dengan Midi dan Fenny untuk menyerahkan keuntungan sebesar Rp2 miliar kepada Fenny. Uang yang diterima Indrawan hanya sebesar Rp7,88 miliar.

Dari pembagian itu, sisa uang sebesar Rp9,5 miliar diberikan kepada Midi. Kemudian Midi secara bersangsur-angsur membagikan uang itu kepada para terdakwa. Sugiyo menerima uang Rp 50 juta dan Hieronimus sebesar Rp2,234 miliar. Sisanya antara lain diberikan kepada mantan Kepala Bapeten Azhar Zalwi sebesar Rp500 juta, Kepala Bapeten Sukarman Aminjaya Rp400 juta, panitia lelang Rp100 juta dan untuk Bapeten.

“Dengan demikian telah terdapat kerja sama yang erat antara para terdakwa, Midi dan Fenny untuk melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Slamet Subagiyo.

Usai bersidang, saat ditanya soal kemungkinan Fenny dan Midi ditarik menjadi pesakitan dalam perkara itu, jaksa Sardjono Turin menyatakan akan mempelajari putusan majelis hakim terlebih dahulu. Sedangkan Hieronimus langsung menyatakan banding. Sementara Sugiyo belum memutuskan sikap.

(Mon)

Tidak ada komentar: